0


ASAL-USUL BANYUWANGI

Alkisah di sebuah negeri di Timur Kota Ini. Terdapat sebuah kerajaan yang besar yang dipimpin oleh seorang raja yang bernama Raden Banterang. Raden Banterang adalah raja yang gemar berburu. Suatu ketika ia hendak berburu di hutan. Sesampainya di tepi hutan Raden Banterang menemukan seekor Kijang yang sangat gemuk. Kemudian Raden Banterang dengan sigap mengambil anak panah di bahu nya dan segera membidik Kijang tersebut, namun sebelum anak panah itu meluncur Kijang itu tiba-tiba lari ke tengah hutan. Raden Banterang pun mengejarnya.
Sesampainya di tengah hutan, Raden Banterang menemukan air yang sangat jernih sangking jernihnya Raden Banterang tergoda untuk minum dari air sungai tersebut. Ketika hendak minum Raden Banterang melihat sosok wanita cantik di seberang sungai. “Wahai Adinda siapakah engkau dan mengapa engkau di tengah hutan belantara ini? Tanya Raden Banterang. “Saya adalah Surati, saya putri dari Kerajaan Klungkung yang melarikan diri karena di kerajaan hamba terjadi peperangan”, jawab Putri Surati. Karena merasa Iba, Raden Banterang membawa Putri Surati pulang ke kerajaannya.
Melihat kebaikan budi pekerti dan kecantikan parasnya, Raden Banterang meminang  Putri Surati dan mereka pun akhirnya menikah dengan pestanya sangat meriah. Suatu hari Putri Surati yang ditemani oleh para pengawal hendak mencari bunga melati di tepi hutan. Tiba-tiba Putri Surati dikagetkan oleh suara seorang lelaki yang dengan lirih memanggil-manggil namanya. “Surati ke sini, Surati kesini!” ucap laki-laki asing yang sedari tadi mengamatinya. Putri Surati pun menghampiri laki-laki tersebut. Alangkah kagetnya sang Putri ketika mengetahui bahwa yang memanggil namanya itu adalah kakaknya yang bernama Rupeksa. Rupeksa meminta Putri Surati untuk membalas dendam kematian ayahnya dengan membunuh Raden Banterang.
“Surati Tahukah Engkau Siapa yang membunuh Ayah kita? Dia adalah Raden Banterang suamimu. Oleh karenanya engkau harus membunuhnya untuk membalaskan dendam kematian ayah kita”, kata Rupeksa kepada Surati. “Maafkan aku Kakanda, aku tidak mungkin membunuh Raden Banterang, ia adalah suamiku, ia telah menolongku dan menjadikan aku sebagai istrinya”, jawab putri Surati dengan santun. “Baiklah jika engkau tidak bisa membunuhnya, kau simpan ikat kepala Ayahanda ini di bawah tempat tidur, sebagai kenang-kenangan”, kata rupeksa sembari memberikan seutas ikat kepala kepada putri Surati. Setelah itu Rupeksa pergi meninggalkan Surati.
Setelah bertemu dengan kakaknya, Putri Surati merasa gundah Gulana. Ia hendak menceritakan apa yang telah dialaminyaa kepada Raden Banterang. Namun hal tersebut tidak dapat segera dilakukan karena Raden Banterang sedang berburu di tengah hutan. Di tengah kegundahan hatinya Ia tetap meletakkan ikat kepala ayahandanya di bawah tempat tidur sesuai permintaan Rupeksa.
Sementara itu, di tengah hutan Raden Banterang yang tengah berburu dihadang oleh seseorang misterius dengan pakaian yang compang camping. Orang itu berkata, ”Panduka yang mulia, keselamatan panduka sekarang sedang terancam oleh istri panduka sendiri, pada saat pulang nanti Panduka lihat ada seutas ikat kepala di bawah tempat tidur panduka”. Mendengar perkataan pria misterius ini Raden Banterang dengan perasaan marah dan emosi yang tak terkendali pulang ke istana.
Sesampainya di istana, dengan raut muka yang marah, Raden Banterang membawa Putri Surati untuk memeriksa tempat tidurnya. Alangkah terkejutnya Raden Banterang ketika menemukan ikat kepala di sana. “Ternyata benar kata pria misterius tadi, kau hendak membunuhku”, Bentak raden baterang. “Sabar panduka, ikat kepala itu adinda dapatkan dari Rupeksa kakak adinda, ia memberikan ikat kepala itu untuk kenangan ayahanda”, terang  Putri Surati.
Karena telah diselimuti oleh rasa murka, raden benderang sudah tidak mempercayai lagi perkataan istrinya. Akal sehat sudah hilang dari Raden Banterang. Raden Banterang pun membawa istrinya untuk di tenggelam kan di sungai. “Tidak tahu berterima kasih kakanda telah menolong adinda dan menikahi adinda untuk hidup di istana, tetapi adinda ingin mencelakakan kakanda”. Ucap raden Baterang. “Kakanda itu semua fitnah, adinda tidak pernah berniat mencelakakan kakanda, ini tipu muslihat Rupaksa”, terang Putri Surati membela diri. Tetapi Raden Banterang telah gelap mata dan tidak memiliki lagi akal sehat. Putri Surati berpesan, ”Jikalau air sungai ini menjadi harum dan bening berarti adinda tidak bersalah, tetapi jika air sungai tetap keruh berarti adinda bersalah”.
Tak lama setelah Putri Surati melompat ke sungai dan menghilang terjadi keajaiban bau harum yang berasal dari air sungai dan air sungai menjadi bening. Melihat kejadian tersebut Raden Banterang berteriak, “Maafkan kakanda, adinda tidak bersalah”. Tetapi ratapan dan penyesalan Raden Benterang sudah tidak ada artinya lagi. Raden banterang sangat sedih meratapi kehilangan istrinya.
Sejak kejadian tersebut air sungai menjadi harum dan jernih. Maka masyarakat pun menamakannya BANYUWANGI. Banyu memiliki arti sungai dan wangi berarti harum.

SEKIAN TERIMA KASIH

disadur oleh, 
Ibadrul Huda, S.Pd.




------ Jangan lupa bagikan ya kawan! ------

Posting Komentar

 
Top