Alkisah
di sebuah negeri di Timur Kota Ini. Terdapat sebuah kerajaan yang besar yang
dipimpin oleh seorang raja yang bernama Raden Banterang. Raden Banterang adalah
raja yang gemar berburu. Suatu ketika ia hendak berburu di hutan. Sesampainya
di tepi hutan Raden Banterang menemukan seekor Kijang yang sangat gemuk.
Kemudian Raden Banterang dengan sigap mengambil anak panah di bahu nya dan
segera membidik Kijang tersebut, namun sebelum anak panah itu meluncur Kijang
itu tiba-tiba lari ke tengah hutan. Raden Banterang pun mengejarnya.
Sesampainya
di tengah hutan, Raden Banterang menemukan air yang sangat jernih sangking jernihnya
Raden Banterang tergoda untuk minum dari air sungai tersebut. Ketika hendak
minum Raden Banterang melihat sosok wanita cantik di seberang sungai. “Wahai
Adinda siapakah engkau dan mengapa engkau di tengah hutan belantara ini? Tanya
Raden Banterang. “Saya adalah Surati, saya putri dari Kerajaan Klungkung yang
melarikan diri karena di kerajaan hamba terjadi peperangan”, jawab Putri Surati.
Karena merasa Iba, Raden Banterang membawa Putri Surati pulang ke kerajaannya.
Melihat
kebaikan budi pekerti dan kecantikan parasnya, Raden Banterang meminang Putri Surati dan mereka pun akhirnya menikah
dengan pestanya sangat meriah. Suatu hari Putri Surati yang ditemani oleh para
pengawal hendak mencari bunga melati di tepi hutan. Tiba-tiba Putri Surati dikagetkan
oleh suara seorang lelaki yang dengan lirih memanggil-manggil namanya. “Surati
ke sini, Surati kesini!” ucap laki-laki asing yang sedari tadi mengamatinya. Putri
Surati pun menghampiri laki-laki tersebut. Alangkah kagetnya sang Putri ketika
mengetahui bahwa yang memanggil namanya itu adalah kakaknya yang bernama Rupeksa.
Rupeksa meminta Putri Surati untuk membalas dendam kematian ayahnya dengan
membunuh Raden Banterang.
“Surati
Tahukah Engkau Siapa yang membunuh Ayah kita? Dia adalah Raden Banterang
suamimu. Oleh karenanya engkau harus membunuhnya untuk membalaskan dendam
kematian ayah kita”, kata Rupeksa kepada Surati. “Maafkan aku Kakanda, aku
tidak mungkin membunuh Raden Banterang, ia adalah suamiku, ia telah menolongku
dan menjadikan aku sebagai istrinya”, jawab putri Surati dengan santun. “Baiklah
jika engkau tidak bisa membunuhnya, kau simpan ikat kepala Ayahanda ini di
bawah tempat tidur, sebagai kenang-kenangan”, kata rupeksa sembari memberikan
seutas ikat kepala kepada putri Surati. Setelah itu Rupeksa pergi meninggalkan Surati.
Setelah
bertemu dengan kakaknya, Putri Surati merasa gundah Gulana. Ia hendak
menceritakan apa yang telah dialaminyaa kepada Raden Banterang. Namun hal
tersebut tidak dapat segera dilakukan karena Raden Banterang sedang berburu di
tengah hutan. Di tengah kegundahan hatinya Ia tetap meletakkan ikat kepala ayahandanya
di bawah tempat tidur sesuai permintaan Rupeksa.
Sementara
itu, di tengah hutan Raden Banterang yang tengah berburu dihadang oleh
seseorang misterius dengan pakaian yang compang camping. Orang itu berkata, ”Panduka
yang mulia, keselamatan panduka sekarang sedang terancam oleh istri panduka sendiri,
pada saat pulang nanti Panduka lihat ada seutas ikat kepala di bawah tempat
tidur panduka”. Mendengar perkataan pria misterius ini Raden Banterang dengan
perasaan marah dan emosi yang tak terkendali pulang ke istana.
Sesampainya
di istana, dengan raut muka yang marah, Raden Banterang membawa Putri Surati untuk
memeriksa tempat tidurnya. Alangkah terkejutnya Raden Banterang ketika
menemukan ikat kepala di sana. “Ternyata benar kata pria misterius tadi, kau
hendak membunuhku”, Bentak raden baterang. “Sabar panduka, ikat kepala itu adinda
dapatkan dari Rupeksa kakak adinda, ia memberikan ikat kepala itu untuk
kenangan ayahanda”, terang Putri Surati.
Karena
telah diselimuti oleh rasa murka, raden benderang sudah tidak mempercayai lagi
perkataan istrinya. Akal sehat sudah hilang dari Raden Banterang. Raden Banterang
pun membawa istrinya untuk di tenggelam kan di sungai. “Tidak tahu berterima
kasih kakanda telah menolong adinda dan menikahi adinda untuk hidup di istana,
tetapi adinda ingin mencelakakan kakanda”. Ucap raden Baterang. “Kakanda itu
semua fitnah, adinda tidak pernah berniat mencelakakan kakanda, ini tipu muslihat
Rupaksa”, terang Putri Surati membela diri. Tetapi Raden Banterang telah gelap
mata dan tidak memiliki lagi akal sehat. Putri Surati berpesan, ”Jikalau air
sungai ini menjadi harum dan bening berarti adinda tidak bersalah, tetapi jika
air sungai tetap keruh berarti adinda bersalah”.
Tak
lama setelah Putri Surati melompat ke sungai dan menghilang terjadi keajaiban bau
harum yang berasal dari air sungai dan air sungai menjadi bening. Melihat
kejadian tersebut Raden Banterang berteriak, “Maafkan kakanda, adinda tidak
bersalah”. Tetapi ratapan dan penyesalan Raden Benterang sudah tidak ada
artinya lagi. Raden banterang sangat sedih meratapi kehilangan istrinya.
Sejak
kejadian tersebut air sungai menjadi harum dan jernih. Maka masyarakat pun menamakannya
BANYUWANGI. Banyu memiliki arti sungai dan wangi berarti harum.
SEKIAN TERIMA KASIH
disadur oleh,
Ibadrul Huda, S.Pd.



Posting Komentar